PERAN KELUARGA DALAM PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif dan segi positif.
Pada usia balita,anak biasanya sudah mulai memunculkan kepribadian asli dalam dirinya. Pada masa ini peran orang tua penting dalam memberikan arahan dan bimbingan yang tepat agar buah hati tumbuh dengan kepribadian baik.
Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun
dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini
merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian
tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya
dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya.

Semua orang tua tentu ingin melihat anak-anaknya tumbuh sehat, cerdas, dan berkepribadian baik. Dengan begitu, si buah hati akan sukses dalam segala hal dalam kehidupannya kelak. Namun, banyak orang tua yang sering kali menunjukkan ekspektasi, bahkan ambisi yang berlebihan dalam mendidik anak yang justru bisa menimbulkan masalah bagi proses pembentukan kepribadiannya. Padahal, anak-anak adalah petualang dan pembelajar sejati yang penuh kejujuran dalam merealisasikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya.
Dalam prosesnya, kepribadian terbentuk berdasarkan hasil meniru,baik di lingkungan keluarga maupun dari luar. Akan tetapi, faktor internal didalam keluarga untuk membentuk kepribadian, juga membangun kecerdasannya memiliki porsi lebih besar. Misalnya, penyaluran kasih sayang, perhatian,pola asuh,didikan, dan metode pendekatan dari orang tua.Di samping itu,Anda juga harus menyadari dan memahami adanya faktor alami seperti bakat dan dorongan minatnya.
Bermain dapat membantu anak-anak berkembang secara fisik, mental, dan emosional, juga mengajarkannya untuk bekerja dalam sebuah kelompok, menyelesaikan konflik,mengembangkan imajinasi,dan mencoba peran yang berbeda. Ketika anak-anak bermain, mereka akan mempraktikkan proses pengambilan keputusan, belajar untuk berdiri sendiri, menciptakan dan mengeksplorasi sesuatu serta memimpin. Orang tua harus menghindari pelabelan anak. Anda pasti ingin kepribadian anak berkembang sendiri tanpa dibentuk oleh pandangan Anda (atau orang lain).

Jadi, hindari pelabelan anak dengan menyebutnya dengan kata-kata seperti pemalu,bossyatau tangguh. Setelah memberi contoh,sadarilah bahwa kepribadian anak itu ada yang alami dan belajar. ”Keduanya, sifat alami dan pola asuh, berperan penting untuk menciptakan keragaman kepribadian anakanak (dan juga orang dewasa),”tutur Deater-Deckard. Adapun yang terakhir, biarkan anak Anda menjadi dirinya sendiri, bukan gambaran sifat dari Anda.

Sebenarnya,ada banyak cara untuk membantu mengambangkan dan menumbuhkan kepribadian anak. Altmann melihat dengan kegiatan membaca untuk anak prasekolah seperti anak Anda, bisa menjadi kunci penting. Dia juga menganjurkan untuk membatasi waktu menonton televisi.
Membantu mengembangkan kepribadian anak Anda mungkin bagus untuk membuatnya unik sebagai individu. Namun, haruskah orang tua mencoba mengubah kepribadian seorang anak? Anda seharusnya membiarkan anak pada masa prasekolah menjadi diri mereka sendiri dan masih mendorong mereka untuk mencoba hal-hal baru yang sebenarnya tidak baik dilakukan sampai kepribadian asli mereka mulai muncul.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kepribadian :
1. Faktor genetik
Dari beberapa penelitian bayi-bayi baru lahir mempunyai temperamen yang berbeda,
Perbedaan ini lebih jelas terlihat pada usia 3 bulan. Perbedaan meliputi: tingkat aktivitas,
rentang atensi, adaptabilitas pada perubahan lingkungan. Sedangkan menurut hasil riset
tahun 2007 kazuo Murakami di Jepang menunjukan bahwa gen Dorman bisa distimulasi
dan diaktivasi pada diri seseorang dalam bentuk potensi baik dan potensi buruk.
2. Faktor lingkungan
Perlekatan (attachment): kecenderungan bayi untuk mencari kedekatan dengan
pengasuhnya dan untuk merasa lebih aman dengan kehadiran pengasuhnya dapat
mempengaruhi kepribadian.
Teori perlekatan (Jhon Bowlby) menunjukkan : kegagalan anak membentuk perlekatan
yang kuat dengan satu orang atau lebih dalam tahun pertama kehidupan berhubungan
dengan ketidakmampuan membentuk hubungan dengan orang lain pada masa dewasa
(Bowlby , 1973).
2. Faktor stimulasi gen dan cara berpikir
Berdasarkan penelitian akhir 2007, yang dilakukan oleh Kazuo Murakami, Ph.D dari
Jepang dalam bukunya The Divine message of the DNA. Menyimpulkan bahwa
kepribadian sepenuhnya dikendalikan oleh gen yang ada dalam sel tubuh manusia. Gen
tersebut ada yang bersipat Dorman (tidur) atau tidak aktip dan yang bersipat aktip. Bila
kita sering menyalakan gen yang tidur dengan cara positif thinking maka kepribadian dan
nasib kita akan lebih baik. Jadi genetik bukan sesuatu yang kaku, permanen dan tidak dapat dirubah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah:
- sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
- menjamin kehidupan emosional anak
- menanamkan dasar pendidikan moral anak
- memberikan dasar pendidikan sosial
- meletakan dasar-dasar pendidikan agama
- bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
- memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi   kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
- menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
- memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai   tujuan akhir manusia.

Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
- orang tua bekerjasama dengan sekolah
- sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan   kepercayaan orang tua terhadap sekolah  yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
- orang tua harus memperhatikan  sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan   menghargai segala usahanya.
- orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar   di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi   dan membimbimbing anak dalam belajar.
- orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
- orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani   proses belajar di lembaga pendidikan.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pemerataan dan Kualitas Pendidikan di Indonesia


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut bukti yang tercatat di UNESCO tahun 1999 tentang peringkat Human Development Indeks Indonesia menepati peringkat ke 109 dari 174 negara. Kondisi ini terus menurun hingga tahun 2011 sekarang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
3. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
4. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
5. Rendahnya Kualitas Guru
6. Rendahnya Kesejahteraan Guru
7. Rendahnya Prestasi Siswa
8. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
9. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
10. Mahalnya Biaya Pendidikan
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi lebih baik lagi.
Peserta didik di Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Berikut adalah fakta-fakta pendidikan untuk anak perempuan :
FAKTA 1: Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaannya pada tahun 1945 terus mengembangkan system pendidikannya, dan wajib belajar 9 tahun1 dicanangkan sebagai kebijakan nasional pada tahun 1994.

FAKTA 2: Hampir semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, masuk sekolah dasar (SD), dan Angka Partisipasi Murni (APM)2 mencapai 93 persen pada tahun 2002, dan belum terlihat jelas adanya kesenjangan jender.

FAKTA 3:
Di tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), APM turun menjadi 61,6 persen, dan rasio untuk anak perempuan sedikit lebih tinggi (62,4 persen) daripada untuk anak laki-laki (60,9 persen).

FAKTA 4:
Anak yang tinggal di daerah perkotaan (71,9 persen) lebih banyak yang belajar di SLTP dibandingkan dengan yang tinggal di daerah pedesaan (54,1 persen).

FAKTA 5: Jika dilihat dari pendapatan keluarga, jumlah anak bersekolah dari setiap kelompok keluarga terpaut jauh. Penduduk dengan pendapatan terendah yang jumlahnya 20 persen dari seluruh penduduk memiliki APM yang jauh lebih rendah (49,9 persen) dibandingkan dengan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi (72,2 persen).

FAKTA 6:
Data Departemen Pendidikan memperlihatkan adanya kesenjangan jender yang signifikan antara jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang putus sekolah di tingkat SD maupun SLTP.3 Kemungkinan anak perempuan untuk putus sekolah lebih besar dibandingkan anak laki-laki. Di SD, dari 10 anak yang putus sekolah, 6 di antaranya anak perempuan dan 4 lainnya anak laki-laki. Demikian halnya di SLTP. Kesenjangan gender antara murid laki-laki dan perempuan yang putus sekolah sedikit lebih tinggi di sekolah lanjutan atas, yaitu 7 anak perempuan dibandingkan 3 anak laki-laki (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).
FAKTA 7: Sekitar 1,8 juta anak SD berusia 7 – 12 tahun, dan 4,8 juta anak usia 13 – 15 tahun, tidak bersekolah (SUSENAS, 2002).

FAKTA 8: Dari data angka pindah sekolah bisa dilihat bahwa anak laki-laki maupun perempuan sama-sama berpeluang meneruskan pendidikan mereka dari SD ke SLTP. Jumlah anak laki-laki yang melanjutkan dari SD ke SLTP (83 persen) sedikit lebih tinggi - meskipun tidak mencolok - dibandingkan anak perempuan (81 persen). Perbedaan jumlah anak laki-laki dan perempuan yang meneruskan pendidikan ke tingkat selanjutnya, yaitu dari SLTP ke sekolah menengah umum (SMU), sedikit lebih besar – walaupun tetap tidak signifikan (73 persen untuk anak laki-laki dan 69 persen untuk anak perempuan).

FAKTA 9: Jumlah mereka di kelompok usia 15 – 24 tahun yang bisa baca-tulis selama sepuluh tahun terakhir masih tetap tinggi: 96,6 persen pada tahun 1992 dan 98,8 persen pada 2002. Perbedaan angka pria dan wanita yang bisa membaca dan menulis seperti yang terlihat dalam indeks kesetaraan jender (gender parity index) sebesar 97,9 persen pada tahun 1992 dan 99,8 persen pada tahun 2002.

FAKTA 10:
Sebanyak 85% anak perempuan di Indonesia yang berusia 15 – 19 tahun mempunyai paling sedikit satu pandangan yang salah tentang HIV/AIDS atau tidak pernah mendengar istilah AIDS.

Pemerintah Indonesia saat ini menjalankan kebijakan dan strategi pendidikan dasar di bawah ini:
  1. Kebijakan umum untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar
  2. Meningkatkan peluang bersekolah dan memperluas kesempatan belajar bagi semua anak usia sekolah, terutama bagi masyarakat miskin dan terpencil dengan akses sulit terjangkau.
  3. Meningkatkan kualitas dan nilai pendidikan dasar sehingga semua anak yang sudah
  4. menyelesaikannya akan memiliki kemampuan dasar untuk hidup atau untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
  5. Meningkatkan efisiensi manajemen sumber daya pendidikan dan membantu semua institusi pendidikan dasar untuk bisa menjalankan fungsinya dengan lebih efisien dan efektif.
  6. Mengupayakan agar lebih banyak anak yang bisa mengenyam pendidikan dasar, bersama dengan peningkatan mutu pendidikan dasar. Hal ini karena menyelesaikan pendidikan dasar berkaitan erat dengan upaya perbaikan kualitas.
  7. Kebijakan khusus untuk meningkatkan kesetaraan gender di bidang pendidikan mengenyam pendidikan yang berkualitas dan peka terhadap masalah jender; memperkecil jumlah penduduk usia dewasa yang buta aksara – terutama perempuan – dengan memperbaiki kinerja dalam pendidikan formal dan non-formal, program penyetaraan serta program pemberantasan buta huruf; dan yang peka terhadap masalah jender.
Kesimpulan
1. Pemerataan pendidikan di Indonesia belum berjalan secara maksimal. Masih banyak wilayah di Indonesia yang pendidikannya masih di bwah standar.
2. Telah banyak upaya yang dilkaukan oleh pemerintah untuk pemerataan pendidikan di Indonesia. Namun, upaya-upaya tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga keinginan untuk memajukan pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Saran
Hendaknya pemerintah lebih mengusahakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Pemantauan pendanaan dan distribusi barang dalam usaha pemerataan pendidikan harus lebih ditingkatkan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS