MENGANALISA TANDA BACA dan DIKSI PADA ARTIKEL : Mengajar Bahasa Indonesia di Tiga Benua (Amerika, Australia dan Asia (Korea Selatan))
Tujuh belas tahun yang lalu, tak pernah terbayangkan, guru bahasa Indonesia di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, St. Kartono, telah menanamkan pohon yang baik tentang pengajaran bahasa Indonesia. Kini, saya merasakan buahnya: menjadi pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing di Korea Selatan. Mengajarkan bahasa Indonesia di luar negeri tentu berbeda dengan mengajarkan bahasa Indonesia di Tanah Air. Banyak tantangan, di samping kebanggaan. Lewat bahasa Indonesia, saya dapat menjadi Global Citizens masyarakat dunia. Sebelum mengajar di Korea, saya berkesempatan mengenalkan bahasa Indonesia di Australia dan Amerika atas dana kedua pemerintah tersebut.
Lewat bahasa Indonesia pula,
kecintaan saya kepada bangsa Indonesia semakin lama semakin dalam. Saya selalu
bersemangat ketika diminta untuk mengenalkan Indonesia dalam berbagai kegiatan
baik di dalam maupun luar kampus. Ada kepuasaan tersendiri ketika kita dapat
berbagi informasi mengenai bangsa kita kepada orang asing. Terlebih kalau orang
tersebut mau belajar budaya kita seperti belajar bahasa Indonesia.
Dari berbagai tantangan itu, problem
serius adalah bagaimana menarik mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia. Bagi
sebagian institusi yang punya jurusan bahasa Indonesia, seperti Southeast
Asian Studies, pengajar tak perlu mencari murid.
Tetapi, jika bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pilihan atau sebagai Special
Language Program, maka ceritanya akan lain.
Pengajar, juga akan menjadi “tenaga pemasaran”. Itulah yang terjadi ketika saya
mengajar bahasa Indonesia di Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Ketika di kuarter pertama mengajar bahasa
Indonesia di Universitas Stanford Amerika, saya hanya punya seorang mahasiswa.
Yang mengejutkan, dia justru berasal dari Singapura. Baru di kuarter
kedua, ada beberapa mahasiswa Amerika ikut belajar bahasa Indonesia. Dari
pengalaman ini saya belajar banyak bahwa pengajar bahasa Indonesia tidak hanya
dituntut untuk menguasai materi tetapi juga harus mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi
dengan baik khususnya mempromosikan program. Hal yang tidak mudah.
Ada banyak faktor yang menyebabkan
mahasiswa asing tertarik belajar bahasa Indonesia. Faktor pertama adalah
ekonomi. Secara langsung faktor ekonomi suatu bangsa mempengaruhi orang untuk
tertarik belajar bahasa. Umumnya mereka berpendapat bahwa dengan belajar dan
menguasai bahasa tertentu maka masa depan mereka lebih baik seperti yang
terjadi di Korea Selatan. Minat pelajar yang tertarik belajar bahasa Indonesia
semakin tahun semakin meningkat. Tidak ada informasi yang tepat berapa jumlah
mahasiswa Korea yang belajar bahasa Indonesia sekarang tetapi kita dapat
melihat suatu fenomena yang menarik di Indonesia saat ini.
Pada suatu kesempatan presentasi di
sebuah universitas di Jakarta, seorang pejabat kedutaan besar Korea di
Indonesia menjelaskan bahwa saat ini jumlah orang Korea yang tinggal baik itu
untuk bekerja maupun belajar meningkat secara dratis. Jumlahnya kurang lebih
sekitar 50,000 ribu. Angka ini merupakan angka terbesar untuk warga negara
asing yang tinggal di Indonesia saat ini. Hal ini tidak lepas dari hubungan
antara pemerintah Korea Selatan dan Indonesia yang semakin baik serta
meningkatnya investasi dan bisnis Korea di Indonesia.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa
yang terjadi di Australia saat ini. Dalam konferensi pengajar Bahasa Indonesia
bagi Penutur Asing (BIPA) tahun 2010 di Universitas Indonesia, seorang
pemakalah mengatakan bahwa saat ini jumlah pelajar yang tertarik belajar bahasa
Indonesia di Australia menurun secara dratis. Bahkan beberapa sekolah di
Australia sudah tidak lagi mengajarkan bahasa Indonesia. Sangat menyedihkan
memang namun saya sangat dapat memahami hal ini. Bahasa Indonesia kalah populer
dengan bahasa Mandarin di negeri Kanguru. Hal ini tidak lepas dari ekonomi
negara China yang sangat bagus. Keadaan perekonomian ini yang menjadi
daya tarik tersendiri bagi penduduk Australia untuk mulai belajar bahasa lain.
Faktor kedua adalah kebijakan
pemerintah yang mendorong mahasiswa asing untuk belajar di Indonesia. Hal ini
berkaitan dengan proses untuk mendapatkan visa dan ijin tinggal. Saat ini
peraturan yang ada di Indonesia belum banyak membantu. Perlu waktu kurang lebih
2 bulan untuk mendapatkan visa pelajar di Indonesia. Belum lagi biaya pembuatan
visa yang sangat mahal sekitar USD 300. Kadang-kadang ketika saya
menginformasikan hal ini kepada mahasiswa atau pihak manajemen kampus mereka
selalu menanyakan mengapa lama dan mahal. Memang sulit dijelaskan tetapi itulah
kenyataannya. Saya sangat memahami bahwa mereka dapat mengunakan visa sosial
budaya tetapi setelah dua bulan tinggal mereka harus memperpanjang setiap
bulan. Hal ini sangat tidak efektif dan efisien.
Keadaan ini sedikit berbeda dengan
yang terjadi di negara tetangga kita Malaysia. Saya harus mengakui bahwa mereka
tidak saja mempermudah mahasiswa asing yang ingin belajar di negara tersebut
tetapi juga aktif mempromosikan program-program pendidikannya di berbagai
pameran pendidikan di luar negeri. Pada bulan Maret tahun ini saya sempat ikut
dalam 14th
Nairobi International Education Fair di
Kenya Afrika dan saya begitu terkejut bahwa negara tersebut sudah membuat satu
buku panduan lengkap dengan informasi jika pelajar ingin belajar bahasa Melayu,
Inggris, atau budaya di berbagai universitas di Malaysia. Terlepas suka atau
tidak suka dengan Malaysia saya salut bahwa ada koordinasi yang sangat baik
antara lembaga atau organisasi pendidikan dan kementeriaan pendidikan Malaysia
dalam mempromosikan program-program mereka kepada siswa asing yang ingin
belajar di sana.
Contoh lain yang dapat kita lihat
adalah Korea Selatan. Pada bulan Desember tahun lalu mereka mengelar acara
pameran pendidikan Korea di Indonesia. Saya berpikir bahwa pameran ini hanya
akan diikuti oleh universitas-universitas Korea di bawah kementerian
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi ternyata juga kementerian
lain yaitu kementerian budaya, olahraga dan pariwisata. Saya melihat bahwa juga
ada kerja sama yang baik antar departemen untuk mengenalkan negara Korea. Fakta
ini berbanding terbalik dengan berita mengenai banyaknya kunjungan para pejabat
Indonesia ke luar negeri baik itu dengan alasan studi banding maupun hal lain.
Harusnya dalam kunjungan-kunjungan tersebut juga diselipkan kunjungan ke kampus
atau sekolah di negara tersebut. Syukur-syukur mereka dapat melakukan
presentasi mengenai Indonesia di hadapan mereka.
Saat ini kita patut berbangga diri
karena kementerian
pendidikan dan kebudayaan Indonesia sudah mempunyai program beasiswa
Dharmasiswa untuk mahasiswa asing yang tertarik belajar bahasa Indonesia di
Indonesia. Program ini akan lebih efektif dan maksimal jika mereka mau
melibatkan para pengajar bahasa Indonesia yang tersebar di seluruh dunia selain
bekerja sama dengan kedutaan besar Indonesia di negara tersebut. Para pengajar
tersebut dapat dijadikan sebagai nara sumber untuk mengenalkan Indonesia.
Merekalah yang selalu bertemu dan berinteraksi dengan orang asing. Mereka
dapat mempengaruhi siswanya untuk mau datang dan belajar bahasa Indonesia.
Selain kedua faktor di atas, faktor
lain yang tidak kalah penting adalah menyebarkan informasi kepada siapa
saja akan pentingnya belajar bahasa Indonesia. Saya selalu mengatakan
kepada teman-teman atau murid yang baru pertama kali belajar bahasa Indonesia bahwa
dengan menguasai bahasa Indonesia maka kemungkinan untuk bekerja di Asia
Tenggara khususnya Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam
akan terbuka lebar. Bahasa Indonesia saat ini banyak dipergunakan sebagai
bahasa perdagangan di negara-negara tersebut selain bahasa Inggris dan Melayu.
Kesadaraan untuk mempelajari bahasa Indonesia juga semakin tinggi karena
banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja dan tinggal di sana. Lewat
informasi yang tepat maka orang asing akan lebih mengenal Indonesia secara
lebih dalam.
Akhirnya, sebagai orang Indonesia
sudah sepantasnya kita bangga dengan bahasa Indonesia yang ternyata terbukti
diterima oleh dunia internasional. Sekarang yang dapat kita lakukan adalah
terus mengupayakan untuk mengunakan bahasa Indonesia di berbagai kesempatan.
Kalau tidak sekarang kapan lagi kita ikut serta memperkenalkan bahasa Indonesia
baik di lingkungan kita sendiri maupun di luar.
SUMBER REFERENSI : http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/mengajar-bahasa-indonesia-di-tiga-benua-489197.html
Pemilihan
kata dan Diksi :
1. Tujuh belas tahun yang lalu, tak
pernah terbayangkan, guru bahasa Indonesia di SMA Kolese De Britto, : Tujuh
belas tahun yang lalu, tak pernah terbayangkan. Guru bahasa Indonesia di SMA
Kolese De Britto,
2. buahnya : Hasilnya
3. kuarter : Tahun
4. kementrian pendidikan dan kebudayaan
: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
0 Response to "MENGANALISA TANDA BACA dan DIKSI PADA ARTIKEL : Mengajar Bahasa Indonesia di Tiga Benua (Amerika, Australia dan Asia (Korea Selatan))"
Posting Komentar